Secara umum, kata boyband merujuk kepada sekumpulan pria muda yang
bernyanyi, tanpa memainkan alat musik. Mereka berbagi suara, mungkin
sebagian menari.
Yang disebut-sebut sebagai boyband pertama adalah The Jacksons, waktu itu bernama The Jackson Five. Kelak, dari The Jacksons inilah lahir raja pop yang mengubah kultur musik dunia. Itu di era 1960an.
Kelahiran boyband ini sendiri terhitung konsisten, karena di 70 dan 80an ada New Edition, juga New Kids on the Block. Yang besar di tahun 90an, tak mungkin bisa lupa Boyz II Men, All 4 One, sampai Backstreet Boys dan NSync.
Era 2010 lebih menarik lagi. One Direction mengguncang dunia, sementara histeria ditambah dengan reuninya boyband-boyband lama semacam NKOTBSB dan Nsync, yang mana Justin Timberlake sudah bermetamorfosa menjadi seorang penyanyi super seksi.
Soal kemampuan memainkan instrumen ini menjadi permasalahan sendiri, di
mana boyband kerap diremehkan. Tetapi jika dipandang sebaliknya, justru
cowok-cowok 'cantik' One Direction mencatatkan penjualan yang telak mengalahkan pria-pria yang garang memainkan gitar atau menggebuk drum sekuat tenaga.
Lebih mengerucut kepada boyband saja, segala hal tentang mereka bisa
dijual. Maksudnya, SEGALA HAL. Dan selalu menimbulkan histeria.
Tampaknya hal inilah yang sudah dibidik dan diyakini Simon Cowell ketika dia membentuk One Direction.
Sebagai seseorang yang sudah berkutat di dunia showbiz selama 34 tahun, Simon tahu dia lebih bisa 'menjual' One Direction dibandingkan
sebuah band (yang memainkan instrumen musik). Dia tahu dia hanya perlu
'mengemas' dan merancang strategi-strategi tertentu.
Paras rupawan hampir pasti menjadi syarat boyband. Setidaknya ada satu
atau dua dengan paras 'lebih' dari kawan-kawannya, untuk digilai para
gadis. Berikutnya, lagu dan klip yang ear dan eye catchy. Ke depannya,
penampilan personel terus digarap secara serius.
Ada pula faktor pendukung lain, seperti pacaran sesama selebritis. Ingat kisah cinta Harry Styles dan Taylor Swift, kan? Serta bagaimana Taylor mendapat banjir ancaman dari para penggemar One Direction. Tentu tidak semua penggemar berlaku demikian, namun jika dipikir, Indonesia juga punya banyak boyband. Mulai Cool Colors, ME, Trio Libels, sampai yang kini kerap menghiasi layar televisi, dari SMASH dan Coboy Junior sampai yang belum pernah kamu dengar namanya.
Kelihatannya kemasan dan strategi lebih matang diterapkan oleh manajemen
di luar negeri, yang membuat boyband di luar Indonesia lebih bertahan
lama. Mempertahankan posisi dan popularitas tentu lebih sukar dilakukan
daripada meraihnya.
Bagaimanapun, ada hal-hal lain yang harus dikorbankan demi popularitas bersama itu. Misalnya, Stephen Gately (Boyzone) yang selama bertahun-tahun tidak berani mengungkapkan sejatinya dia menyukai sesama jenis, lantaran memikirkan masa depan Boyzone. Atau tentang boyband asal Korea yang dilarang pacaran demi kepentingan bersama (termasuk manajemen).
Berbeda dengan band yang lebih merdeka (independent) dalam menentukan
langkah-langkah, boyband biasanya punya manajemen tersendiri. Semakin
banyak yang terlibat, tentu semakin banyak tanggung jawab diemban. Kata
siapa jadi personel boyband itu mudah? Bisa jadi, bergabung dalam sebuah
band jauh lebih mudah, di mana lebih bisa menjadi diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar